Mengintip Elang Ruyuk di Gunung Gede
MASIH cukup terpeliharanya kondisi sebuah bukit yang disebut warga setempat dengan “Gunung Gede” di sekitar Kampung Kadupugur Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang mengundang rasa kagum. Meski was-was kembali tidak terproteksi dari derap laju pembangunan, tegapnya pepohonan ratusan tahun yang menghuni kawasan itu menjadi warna lain yang masih menghiasi kondisi Kecamatan Indihiang. Selain akan banyak udara segar yang terhirup ketika melintas ke calon jalan lingkar utara yang belum jadi-jadi, siapapun berkesempatan melihat kepakan sayap dan kicauan burung-burung penghuni hutan itu. Itu pun kalau kebetulan beruntung. Pagi menjelang siang di tengah mentari mulai memunculkan rasa hangat, Elang Ruyuk (spilornis cheela) biasanya menyusur masuk isi hutan.
Nangkring di ranting sembari mengamati calon mangsanya menjadi kebiasaan sang burung ketika masuk ke hutan dari arah bebukitan di kawasan Gunung Sawal Ciamis. Sesekali loncat ke ranting lain dan kembali menghilang. Tikus atau ikan-ikan yang masih tersaji di Sungai Citanduy, berada persis di samping bawah Gunung Gede menjadi incarannya. Ikan Benteur, tikus atau kadang ayam milik warga menjadi mangsa utama sang burung berwarna coklat kehitaman itu.
Kang Eso, warga setempat memprediksi, jumlah Elang Ruyuk di kawasan bukit tersebut masih lebih dari tiga ekor. Begitupun dengan Eman, warga Cisayong yang rutin mengambil rumput untuk ternak peliharaanya di kawasan itu. “Paling tilu lah,” ungkap Eso. Sebuah angka yang kecil dan sangat memprihatinkan.
Hanya di luar upaya konservasi yang mestinya harus banyak dilakukan oleh ahli-ahli di bidang itu, peluang pengkonsentrasian kawasan itu menjadi hutan kota yang berpeluang menjadi wahana edukasi flora dan fauna yang menyejukan cukup terbuka. Kang Eso yang sudah menetap di sekitar gunung itu sejak 20 tahun silam pun berharap para ahli dari perguruan tinggi atau dari Badan Koordinasi Sumber Daya Alam (BKSDA) turun tangan. Hal terpenting, yakni tetap terpeliharanya penghuni gunung dan upaya pengembangannya, bisa terus diperkuat. Sehingga kehadiran “penguasa kawasan” yakni Elang Ruyuk, burung kuntul dan sejumlah burung lain di kawasan itu tetap bisa dinikmati secara langsung di habitat aslinya oleh generasi kelak. (Irman S/”KP”)*** Sumber
Nangkring di ranting sembari mengamati calon mangsanya menjadi kebiasaan sang burung ketika masuk ke hutan dari arah bebukitan di kawasan Gunung Sawal Ciamis. Sesekali loncat ke ranting lain dan kembali menghilang. Tikus atau ikan-ikan yang masih tersaji di Sungai Citanduy, berada persis di samping bawah Gunung Gede menjadi incarannya. Ikan Benteur, tikus atau kadang ayam milik warga menjadi mangsa utama sang burung berwarna coklat kehitaman itu.
Kang Eso, warga setempat memprediksi, jumlah Elang Ruyuk di kawasan bukit tersebut masih lebih dari tiga ekor. Begitupun dengan Eman, warga Cisayong yang rutin mengambil rumput untuk ternak peliharaanya di kawasan itu. “Paling tilu lah,” ungkap Eso. Sebuah angka yang kecil dan sangat memprihatinkan.
Hanya di luar upaya konservasi yang mestinya harus banyak dilakukan oleh ahli-ahli di bidang itu, peluang pengkonsentrasian kawasan itu menjadi hutan kota yang berpeluang menjadi wahana edukasi flora dan fauna yang menyejukan cukup terbuka. Kang Eso yang sudah menetap di sekitar gunung itu sejak 20 tahun silam pun berharap para ahli dari perguruan tinggi atau dari Badan Koordinasi Sumber Daya Alam (BKSDA) turun tangan. Hal terpenting, yakni tetap terpeliharanya penghuni gunung dan upaya pengembangannya, bisa terus diperkuat. Sehingga kehadiran “penguasa kawasan” yakni Elang Ruyuk, burung kuntul dan sejumlah burung lain di kawasan itu tetap bisa dinikmati secara langsung di habitat aslinya oleh generasi kelak. (Irman S/”KP”)*** Sumber
Tidak ada komentar: