Ratusan Hektare Kebun Teh di bojonggambir Diserang Hama Blister
BOJONGGAMBIR, (KP).- Dampak buruk musim penghujan mulai mendera perkebunan teh di Kecamatan Bojonggambir dan Taraju.
Akibat terus-terusan diguyur hujan, produktivitas pucuk teh berkualitas di beberapa perkebunan anjlok hampir 50 persen.
Hal ini dikarenakan munculnya hama blister dan jamur yang menyerang pucuk daun teh seiring musim penghujan. Akibatnya sebagian besar pucuk daun teh dan tunas batang menjadi gosong dan mati.
Merosotnya produktivitas perkebunan teh begitu terasa oleh perkebunan teh rakyat satu bulan ini. Jika pada kondisi normal dalam satu hektar mampu menghasilkan 1 - 2 ton pucuk daun teh berkualitas, tetapi saat musim penghujan seperti sekarang ini paling tidak hanya mampu menghasilkan 5 kuintal saja. Itupun masih dikategorikan beruntung, karena biasanya hasil panen bisa lebih anjlok.
Menurut salah satu pemilik perkebunan teh rakyat sekaligus pabrik pengolahan di Desa Girimukti, Kecamatan Bojong-gambir, Utis (35), kondisi seperti saat ini memang sangat merugikan para pemilik lahan perkebunan teh. Pasalnya keuntungan yang diperoleh jauh lebih kecil dari situasi panen normal. Hal ini pun terus berimbas dirasakan oleh pemetik yang mengumpulkan pucuk teh jauh lebih seikit dari biasanya. Untungnya harga daun teh tetap normal yakni dikisaran Rp 2.100 per kilogram.
"Dalam kondisi normal, pabrik ini mampu mengolah 7 sampai 8 ton daun teh per hari yang dikumpulkan dari beberapa perkebunan rakyat. Akan tetapi telah 3 bulan kebelakang produksinya terus merosot hanya mampu mengolah 4 ton per hari saja. Lebih parahnya sejak satu bulan ini," jelas Utis kepada KP, Kemarin.
Bagi perkebunan besar setingkat PT Sembawa, dampak dari musim penghujan pada perkebunan teh mereka mungkin tidaklah terlalu terasa. Pasalnya disana kemunculan penyakit blister dan jamur mampu tertanggulangi dengan menyemprotkan obat ataupun pestisida.
Namun bagi perkebunan teh masyarakat sangatlah memberatkan. Munculnya penyakit dan jamur dikala musim penghujan tidak mampu tertanggulangi dengan baik. Mahalnya biaya obat dan pestisida menjadikan para pemilik perkebunan lebih membiarkan lahan mereka mati digerogoti hama.
Untuk biaya perawatan dan buruh pemetik saja mereka harus mengeluarkan kocek cukup besar setiap harinya. Maka bila ditambah biaya pemberantasan hama, tentu biaya yang dikeluarkan bisa lebih membengkak.
Penyakit blister sendiri awalnya merupakan bintik-bintik kecil pada pucuk daun teh. Namun makin lama bintik tersebut menyebar dan membuat gosong daun. Hal ini pun membuat tunas batang menjadi mati. Padalah untuk tumbuh satu tunas saja memerlukan waktu setidaknya 3 bulan.
sumber : kabar priangan
Akibat terus-terusan diguyur hujan, produktivitas pucuk teh berkualitas di beberapa perkebunan anjlok hampir 50 persen.
Hal ini dikarenakan munculnya hama blister dan jamur yang menyerang pucuk daun teh seiring musim penghujan. Akibatnya sebagian besar pucuk daun teh dan tunas batang menjadi gosong dan mati.
Merosotnya produktivitas perkebunan teh begitu terasa oleh perkebunan teh rakyat satu bulan ini. Jika pada kondisi normal dalam satu hektar mampu menghasilkan 1 - 2 ton pucuk daun teh berkualitas, tetapi saat musim penghujan seperti sekarang ini paling tidak hanya mampu menghasilkan 5 kuintal saja. Itupun masih dikategorikan beruntung, karena biasanya hasil panen bisa lebih anjlok.
Menurut salah satu pemilik perkebunan teh rakyat sekaligus pabrik pengolahan di Desa Girimukti, Kecamatan Bojong-gambir, Utis (35), kondisi seperti saat ini memang sangat merugikan para pemilik lahan perkebunan teh. Pasalnya keuntungan yang diperoleh jauh lebih kecil dari situasi panen normal. Hal ini pun terus berimbas dirasakan oleh pemetik yang mengumpulkan pucuk teh jauh lebih seikit dari biasanya. Untungnya harga daun teh tetap normal yakni dikisaran Rp 2.100 per kilogram.
"Dalam kondisi normal, pabrik ini mampu mengolah 7 sampai 8 ton daun teh per hari yang dikumpulkan dari beberapa perkebunan rakyat. Akan tetapi telah 3 bulan kebelakang produksinya terus merosot hanya mampu mengolah 4 ton per hari saja. Lebih parahnya sejak satu bulan ini," jelas Utis kepada KP, Kemarin.
Bagi perkebunan besar setingkat PT Sembawa, dampak dari musim penghujan pada perkebunan teh mereka mungkin tidaklah terlalu terasa. Pasalnya disana kemunculan penyakit blister dan jamur mampu tertanggulangi dengan menyemprotkan obat ataupun pestisida.
Namun bagi perkebunan teh masyarakat sangatlah memberatkan. Munculnya penyakit dan jamur dikala musim penghujan tidak mampu tertanggulangi dengan baik. Mahalnya biaya obat dan pestisida menjadikan para pemilik perkebunan lebih membiarkan lahan mereka mati digerogoti hama.
Untuk biaya perawatan dan buruh pemetik saja mereka harus mengeluarkan kocek cukup besar setiap harinya. Maka bila ditambah biaya pemberantasan hama, tentu biaya yang dikeluarkan bisa lebih membengkak.
Penyakit blister sendiri awalnya merupakan bintik-bintik kecil pada pucuk daun teh. Namun makin lama bintik tersebut menyebar dan membuat gosong daun. Hal ini pun membuat tunas batang menjadi mati. Padalah untuk tumbuh satu tunas saja memerlukan waktu setidaknya 3 bulan.
sumber : kabar priangan
Tidak ada komentar: